Untuk Direnungkan

Saya tidak punya maksud apa pun untuk mem-posting tulisan ini, kecuali untuk menjadi renungan untuk saya sendiri. Jadi ceritanya kemarin lusa saya tidak sengaja menonton sebuah tayangan di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Kebetulan salah satu topiknya ada yang menarik perhatian saya. Topiknya menceritakan tentang seorang wanita yang kelahirannya dulu tidak dikehendaki oleh ibunya. Hal ini disebabkan karena ibunya sudah memiliki 6 orang putra dan putri sehingga dikhawatirkan tidak sanggup menafkahi anak yang akan lahir bila nambah lagi. Segala cara sudah dilakukan agar anak ini tidak lahir ke dunia, mulai dari minum obat, pijat perut, dll. Namun usaha ibu ini tidak berhasil. Akhirnya anak ini lahir ke dunia, namun dengan kondisi cacat. Jari tangan & kakinya ada yang tumbuh tidak normal. Anak ini pun jadi membenci ibunya ketika mengetahui bahwa ibunya sempat tidak menghendaki kehadiran dirinya.
Terinspirasi dari kisah hidupnya, maka ia pun mendirikan panti asuhan yang fungsinya selain untuk menampung anak-anak yang ditelantarkan orang tuanya, entah karena cacat atau pun karena kedua orang tuanya tidak menghendaki kehadirannya, juga memberikan pembekalan kepada ibu hamil yang tadinya tidak menghendaki kelahiran anaknya (entah krn “kecelakaan” atau yang lain) untuk berusaha menerima & mencintai anak yang dikandungnya serta memfasilitasi bila nantinya anak itu mau dititipkan di panti asuhan tersebut. Pada akhirnya wanita ini mau memaafkan ibunya yang dulu pernah tidak menghendaki kelahirannya sebelum ibunya meninggal dunia.
Kalau dari pengalaman hidup saya, kisah di atas merupakan kebalikan dari saya. Setelah menikah, saya dan suami tidak langsung dianugerahi keturunan. Terkadang hal ini membuat saya down, apalagi bila mendengar teman yang menikahnya setelah saya namun telah diberi kepercayaan sebagai orang tua. Namun akhirnya saya mampu menerima ketentuan ini. Mungkin ada beberapa hal yang menyebabkan belum diberi anugerah tersebut. Yang pertama mungkin saya dan suami belum siap lahir dan batin, kedua kami belum memiliki tempat tinggal yang memadai, dan waktu itu kami masih memikirkan karier masing-masing & hidup terpisah. Setelah lebih kurang 1,5 tahun menanti, akhirnya Allah memberikan kami amanat untuk menjadi orang tua. Dari situ saya berpikir mungkin lain cerita kalau saya lebih cepat mendapatkannya. Bisa jadi saya tidak siap sehingga bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Dari kisah di atas mungkin dapat disimpulkan:

berpikirlah sebelum berbuat, jika sudah berbuat maka berani bertanggung jawab

Menurut saya, kehamilan & kelahiran itu harus direncanakan secara matang. Kalau memang belum siap, maka jangan berbuat yang aneh-aneh. Kalau pun sudah terjadi, maka itu merupakan sebuah konsekuensi yang harus dihadapi. Kemudian jika menambah keturunan lagi memberatkan kehidupan kita (walaupun saya percaya tiap anak ada rejekinya masing-masing), maka ber-KB lah.

semua ada waktunya

Menurut saya, waktu yang terbaik itu bukan menurut perhitungan kita, tapi perhitungan Tuhan. Berbahagia lah bila Anda bisa segera dipercaya menjadi orang tua. Namun bila anugerah itu tak kunjung datang, percayalah mungkin menurut Tuhan waktunya belum pas. Bukan berarti doa kita tidak dikabulkan, hanya ditunda waktunya saja (menunggu kesiapan kita menurut Tuhan). Nanti ada saatnya ketika kita sudah memasrahkan segalanya kepada Tuhan, tiba-tiba diberi yg sudah lama kita inginkan.

Daripada ngelantur gak jelas, lebih baik diakhiri saja postingan ini.

For Our Little “Buddy” (2 Years of Marriage)

Happy 2nd wedding anniversary

Pada hari ini, tepat 2 tahun yang lalu, papamu mengucapkan janji kepada akas (kakek) mu yang disaksikan oleh Allah dan para saksi untuk sehidup semati dengan mama dalam suka dan duka, saat sehat maupun sakit. Dari awal kami menikah kami tidak pernah menunda atau pun mempercepat kehadiranmu. Jika Allah segera memberimu dalam hidup kami, maka kami sangat bahagia. Kalau pun belum, kami tidak mempermasalahkan karena saat itu mama dan papa tidak segera hidup seatap layaknya pasangan suami istri kebanyakan. Saat itu papamu belum memiliki tempat tinggal yang layak untuk kita dan saat itu kami masih memikirkan karier kami masing-masing. Namun akhirnya mama memutuskan untuk menyusul papamu tinggal di sana.

Setelah mama tinggal di sana, perlahan kami mulai beradaptasi satu sama lain. Kami mulai memahami karakter masing-masing. Banyak hal yang telah kami lewati, baik suka maupun duka. Setelah mama ikut di sana, karena Allah Maha Tahu kami belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagimu, kamu belum datang dalam kehidupan kami. Seringkali mamamu iri ketika teman-teman mama  maupun papa yang menikah setelah kami telah memiliki anak. Rasanya mama ingin marah, sedih, kecewa, sampai-sampai mama tidak ingin tahu kabar mereka (untung di sana gak bisa buka apa pun yang pake internet). Namun papamu berhasil meyakinkan mama untuk bersikap tenang dan selalu berusaha, tidak lupa berdoa.

Akhirnya setelah 1,5 tahun kami menunggu, kamu ada di dalam rahim mama. Setelah kami pasrah dan tidak begitu berharap banyak, kamu akan hadir di dalam hidup kami. Saat awal kehadiranmu, kamu sudah jadi anak yang manis dan tidak merepotkan mama dan papa. Di saat orang-orang sibuk dengan morning sickness dan mengidam ini-itu, kamu sama sekali tidak menyusahkan mama. Mama masih bisa makan dengan enak dan masih bisa memasak untuk papamu. Ketika mama dan papa memutuskan untuk memulangkan mama dan kamu ke Yogyakarta, kami tahu kamu tumbuh jadi janin yang sehat dan kuat. Tidak terasa 2-3 bulan lagi kamu akan lahir ke dunia. Semoga kelak kamu jadi anak yang sholeh, pintar, kuat, dan tangguh dalam menghadapi permasalahan hidup yang kelak akan kau hadapi.

We love you, Buddy. You’re the most precious gift in our life this year and forever.

Semoga Tidak Sia-sia

Semoga tidak sia-sia apa pun yang telah menjadi keputusan saya. Dimulai dari resign dari pekerjaan sebelumnya untuk pergi mengikuti suami ke tempat dinasnya di sana. Walaupun di sana saya tidak bekerja dan nantinya belum tentu saya bisa bekerja kembali (karena menurut kebijakan baru jika SKP tidak mencukupi dan ujian kompetensi apoteker sudah dihapus, maka bisa jadi saya tidak sah jadi apoteker lagi untuk praktek), saya rela karena istri tidak wajib untuk bekerja, walaupun sebenarnya tidak masalah. Saya kan bisa jadi apoteker untuk keluarga kecil saya saja, setidaknya mengerti sedikit untuk keluarga saya.

Semua ada waktunya, apa pun itu. Mungkin belum dikasih karena masih belum mapan untuk menambah anggota keluarga baru. Rumah saja belum punya (mengontrak pun belum ada –> dalam proses). Mungkin kalau nanti ditambah anggota baru, takutnya tidak bisa bertanggung jawab dengan amanah yang telah diberikan. Jangan sampai dia ditelantarkan dan tidak mendapat apa pun yang layak dari kami. Hari esok tidak akan ada yang tahu, bahkan beberapa detik/menit dari sekarang.

Sudah lah, saya bingung mau tulis apa lagi. Intinya adalah:

Semoga tidak sia-sia

Relatif

Segala sesuatu di dunia ini sifatnya relatif, kecuali yang berasal dari Allah yg sifatnya mutlak dan tidak terbantahkan lagi. Ini bukan mau ngomongin teorinya Mbah Einstein yg sangat terkenal itu. Itu urusannya para astronot dan fisikawan saja. Yang mau saya omongin adalah kadang kita terjebak dengan segala sesuatu yang bersifat relatif. Coba kita bahas satu per satu

Kurus vs Gemuk

our body images are so distorted. u~u

Kita sering merasa kalau kita lebih gemuk/lebih kurus dari yg lain. Tenang Anda tidak sendiri, saya pun mengalaminya. Say thanks to television who makes us believe that kind of body images are the best. Padahal ya gak ada orang gemuk atau kurus kalau orang badannya seragam. Di dalam hati mereka pasti berpikiran yang sama. Yg kurus pengen gemuk, yang gemuk pengen kurus. Khusus buat yg gemuk ingin kurus, diet yang salah malah membahayakan nyawanya. Jadi buat siapa pun (termasuk saya) lebih baik berprinsip yg penting sehat dengan pola makan & gaya hidup yang sehat.

Ganteng/cantik vs Jelek

love the message in this song. XD <3 why are we all so mean to ourselves?Perfect- P!nk

Yang ini sebenernya sama juga dengan yang di atas. Bahkan kita kadang sampai berusaha dengan segala macam cara agar terlihat menarik di mata orang lain. Mulai dari suntik silikon, sulam bibir, sulam alis, lama-lama nanti ada sulam kumis/jenggot (haha). Cantik/ganteng/jelek itu kan sebenernya relatif. Coba kalau seragam semua, gak ada tuh yang namanya cantik, ganteng, atau jelek :). Yang penting sih cantik hatinya ya (kalau saya). Jadi yg perlu kita syukuri adalah kita sudah diijinkan hidup di dunia. Yang perlu kita lakukan adalah banyak-banyak beramal supaya cukup bekal kita ke akhirat nanti.

Tinggi vs Pendek

I’m barely 5’2”, and I’ve always wanted to be taller, but now I’ve come to accept my fate. XD I’ll always been on the small side, but maybe it’s not too bad. Sorry the caption is pretty clumsy sounding- couldn’t come up with any better phrasing. ><;

Yang ini sih sama ya kayak yang di atas, sekali lagi masalah body image. Kalau kita menonton televisi pasti kriteria ganteng/cantik salah satunya ada “tinggi” badan ini. Khusus untuk wanita ya, seharusnya gak masalah kalau “agak kurang tinggi”. Jadi cewek tinggi tuh kadang gak enak juga. Bisa-bisa cowok pada minder karena gak bisa menyaingi tinggi badannya si cewek. Terus kalau mau biikin baju, kan gak bikin boros kain tuh, hihihi.

Kaya vs Miskin

Yang ini kadang kita selalu mempersoalkan. Yang miskin ingin kaya, yang kaya ingin semakin kaya. Manusia memang tidak pernah merasa cukup dengan dirinya. Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau, tapi rumput plastik saya tidak doyan (lah?). Sebenarnya sekaya apa pun kita, tapi kita tidak bermanfaat untuk orang lain, sama saja bohong.

Jadi inti dari kesimpulan saya di atas adalah kita harus bisa merasa cukup (dalam Islam disebut dengan Qana’ah). Boleh kita berusaha untuk mengubah nasib kita, namun jangan lupa untuk bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diperoleh.

Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat di gambar berikut.

drew this as a logo for a group in Brookyln. ^^ This drawing represents 1/10000 of the girls in the world, and the fact that there are so many different kinds makes them all even more beautiful. 

(Btw saya coba posting dari hp, semoga berhasil, hihihi)

Vicious Circle

Kalau diindonesiakan artinya “lingkaran setan”, artinya lingkaran yang tidak berujung pangkal. Jadi gak ada habis-habisnya, gitu lagi-gitu lagi. Lingkaran setan kerap kali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Yang mau saya bahas di sini adalah pertanyaan lingkaran setan yang terjadi di dalam kehidupan kita, biasanya yang kepo emak-emak/cewek-cewek. Kita bahas satu per satu, check it out.

Sekolah/kuliah di mana?

Waktu kecil pasti ada yang tanya ke kita/orang tua kita tentang di mana kita sekolah/kuliah di mana dan biasanya nih ada 2 kemungkinan jawabannya. Yang pertama kalau kebetulan anaknya pinter, pasti orang tuanya (terutama IBU) pasti akan menjawab lebih dari sekedar nama sekolahnya. Pasti akan menjelaskan fasilitasnya, keunggulan sekolahnya, dan mungkin kalau sudah tingkat lanjut pasti cerita nilai-nilai mata pelajarannya yang bagus, ikut ekskul apa, prestasinya apa, dll. Yang kedua kalau anaknya biasa-biasa aja, pasti cuma jawab nama sekolahnya aja. Hahaha, rasanya saya berlebihan, tapi ya memang terpampang nyata, bukan buaian, bukan remix, bukan khayalan, bhay (lama-lama jadi mirip teteh princess syahrimin).

Sudah lulus belum??? Kapan sidang??? Kapan wisuda???

Nah ini biasanya terjadi sama yang sudah kuliah namun tak kunjung lulus, hihihi. Padahal yang sebaya sama dia umumnya sudah lulus, malah melanjutkan di jenjang berikutnya (pernikahan eh S2). Kalau satu dua kali mungkin gak masalah ya, tapi kalau sering, pasti ogah banget dengerinnya. Mungkin maksudnya baik kali ya (biar cepet lulus), tapi kan ganggu gitu kan. Kayak gak ada urusan lain aja. Mungkin aja belum lulus itu mau memperbaiki nilai-nilai yang jeblok, seenggaknya di transkrip nilainya jadi keren gitu. Ini bukan curhat ya, kalau saya mah standar lah.

Kerja di mana???

Ini pertanyaan selanjutnya kalau lulus ujian  hidup yang di atas tadi ya. Jaman sekarang punya ijasah itu tidak menjamin bakal langsung dapat kerja. Tiap tahun yang lulus dari perguruan tinggi itu ribuan, tapi lapangan kerja terbatas sehingga banyak sekali pengangguran hingga saat ini. Biasanya juga yang belum kerja itu bukan karena dia bodoh. Mungkin dia pemilih (pengen kerja di suatu instansi ternama, pengen dapet gaji sekian, pengen kerja di daerah sini, dll). Ada yang sudah usaha mati-matian, tapi mungkin emang belum rejekinya. Biasanya nih kalau sudah berulang kali ditolak lamaran nikah kerjanya, pasti ekspektasinya akan diturunkan sedikit yang akhirnya jadi “yang penting gue kerja”. Gak masalah sih, asal gak asal-asalan aja ya milih kerjaannya. Trs mungkin ada yang akhirnya terjun jadi wirausahawan/ti. Ya bukannya saya gimana gitu ya, tapi bisa jadi dicoba. Itung-itung bisa membantu warga negara Indonesia yang belum mendapat pekerjaan, mendukung cita-cita mulia Menakertrans.

Untuk poin yang selanjutnya, ini sebetulnya teringat akan iklan layanan masyarakat untuk merencanakan kelahiran anak itu. Mari kita lanjut.

Kapan nikah????

Pertanyaan ini biasanya sih sering dilontarkan kepada mereka-mereka yang pekerjaannya lagi bagus-bagusnya, terus menjalin hubungan percintaan yang sudah lama, dan/atau yang sudah berusia “matang” (atau kematengan kali ya, hihi) tapi belum menikah. Biasanya kalau ditanya masalah ini, jawabnya “belum siap”, “nunggu mapan”, “masih sibuk meniti karier”, dan berbagai jawaban klise lainnya. Tapi menurut saya ini ya, kalau jawabnya begitu, pasti sampai kapan pun rasanya belum ada cukupnya. Kalau bilangnya belum siap, siapnya kapan hayo? Cepat atau lambat pasi harus menghadapi hal ini. Kalau belum mapan, yang namanya manusia itu pasti masih merasa belum mapan. Definisi mapan tuh yang bagaimana??? Punya uang banyak??? Mobil banyak??? Rumah di mana-mana??? Ntar kalau kayak si “AF” yang lagi happening bangert itu, baru kapok. Mungkin jawaban yang tepat itu “belum dapat hidayah” kali ya, hihihi.

Sudah “isi” belum?

Kalau ini, yang ngalamin pasti wanita yang baru saja menikah, tapi tidak segera punya anak. Kalau yang ini sih kayaknya curhatan saya banget ya, hihi. Kalau memang “menunda”, tinggal jawab aja kalau masih menunda dulu karena alasan blablabla. Lain ceritanya kalau kita nggak punya niat untuk menunda, namun rejeki itu belum kita dapatkan. Kalau satu-dua kali kita jawab, gak masalah ya. Tapi kalau tiap ketemu orang terus nanyain hal yang sama gitu, lama-lama bosan banget. Dari jawabnya “doain aja” sampai bilang “sementara isinya angin, makanan, dll”, sampai bosen harus ngomong apa. Pengennya tuh direkam aja jawabannya, terus tinggal diputar aja tuh jadi gak capek ngomongin itu melulu. Mungkin maksudnya baik ya karena biasanya kalau tahu kita belum “isi” pasti didoain semoga cepat isi.  Apalagi kadang yang bikin sirik tuh ya kalau ada temen yang memajang foto hasil USG ketika pertama kali memastikan kehamilan. Atau teman yang nikahnya setelah kita, tapi udah tokcer aja gitu. Untung kedua orang tua dari kedua belah pihak gak ada yang menekan dengan pertanyaan seperti ini (alhamdulillah yah). Ya setelah dipikir-pikir sih terima saja lah ketentuan dari Tuhan. Mungkin disuruh pacaran dulu, kan kalau pacaran setelah nikah lebih nikmat toh? Ya disuruh menikmati indahnya berdua sebelum dipenuhi kewajiban mengurus anak. Nanti kalau sudah punya anak, belum tentu kan bisa nge-date berdua seperti ketika belum ada anak. Jadi saran saya nih, kalau ada teman yang baru menikah, jangan pernah sekali-sekali nanya udah “isi” atau belum. Mungkin keliatannya kita biasa-biasa aja, tapi di dalam hati siapa yang tahu kan. Apalagi kalau bilang ayo usaha terus. Hellooooooow, tanpa dikasih tahu pasti usaha terus.

Yang selanjutnya, pasti sudah bisa ditebak.

Kapan ngasih adik? Kapan nambah momongan lagi?

Kalau yang ini ya biasanya buat pasangan yang sudah menikah dan punya anak (entah 1 atau lebih dari 1 yang jenis kelaminnya homogen). Kalau dipikir-pikir ya, rese bener yang nanya beginian. Itu kan hak dari keluarga itu sendiri. Siapa tahu gak mau langsung nambah momongan, mau ngasih jarak (seperti program layanan pemerintah itu). Lagipula hidup jaman sekarang itu gak mudah. Harga kebutuhan pokok, BBM, dsb yang terus naik dari waktu ke waktu. Belum ditambah biaya pendidikan yang semakin lama semakin mencekik. Memang sih rejeki ada yang mengatur, tapi mending milih mana, “anak banyak tapi tidak terurus atau yang sedikit tapi gak terlantar”? Silakan dipikir sendiri ya 🙂

Kapan mantu????

Ini biasanya sama orang tua yang anaknya belum menikah. Nah nantinya kalau kita sudah punya “anak yang usianya layak untuk menikah tapi belum menikah”, jadi berkaca sama kita waktu muda dulu kan? Jadi setidaknya kita bisa memahami perasaan anak kita nanti dan kalau bisa jangan dikejar untuk menikah, tapi juga jangan malas usaha.

Kapan punya cucu???? Kapan nambah cucu lagi????

Lagi-lagi pertanyaan ini muncul lagi, tapi muncul pada generasi penerus kita. Kalau kita pernah mengalami kejadian begini (yang pahit pastinya), maka besok kalau jadi orang tua hendaknya jangan rese sama anak dengan membebani dengan pertanyaan menyiksa itu.

Tapi herannya ya gak pernah tuh ada yang bilang begini kalau sudah tua (coba aja cari ada nggak yang ngomong gini ke orang yang lanjut usia)

Kapan mati????

Pesan saya satu ya, jangan coba-coba berani ngomong begini sama yang sudah lanjut usia. Kalau ada yang ngomong begini, pasti dah dibejek-bejek tuh kepalanya sama ybs, kecuali kalau Anda memiliki “kelainan jiwa” atau “kelainan cara berpikir”.

Jadi dapat simpulkan sendiri ya kenapa hal-hal di atas disebut pertanyaan lingkaran setan. Ya karena pertanyaan ini tidak akan pernah putus, kecuali kalau kita sudah mati. Ketika di alam kubur pun kita akan ditanyai oleh malaikat Munkar dan Nakir (thx Ami Bakri for the correction), yang hasil jawaban panca indra kita akan menentukan apakah kita akan mendapat nikmat kubur atau siksa kubur (tumben banget nih saya bener, hihi). Anyway, selamat malam di Indonesia, selamat pagi di Amerika, selamat sore di Inggris. Jangan bosan-bosan berkunjung ke mari :p .

Takdir

Tadi pagi saya makan kitkat chit chat dengan seorang teman (identitas saya samarkan). Awalnya saya beri dia ucapan selamat karena ada berita tentang dia di internet karena penelirian tesisnya. Dari pembicaraan itu, akhirnya dia tanya sekarang saya berdomisili di mana. Saya jawab saja kalau saya sekarang ikut suami ke Papua. Bisa ditebak donk, pasti yang ditanya suami kerja di mana. Dia orang ke sekian yang tanya itu, sama seperti pertanyaan yang nampaknya akan menjadi lingkaran setan (tebak sendiri ya). Terus ditanya lagi kok mau ikut? Jawabannya juga sama, yang namanya istri itu wajib ikut ke mana suaminya pergi. Kalau kata temen saya yang lain, kalau saya gak nurut bisa dicambuk suami.

Yang mau saya bahas bukan tentang cambuk-mencambuk atau apa pun. Yang mau saya bahas kali ini adalah “takdir”. Jadi inget waktu suami (waktu itu masih pacar) memberitahu saya lewat telepon begini:

Saya dapat penempatan di Papua. Kalau kamu mau putus, mending sekarang saja daripada nanti menyesal bersama saya.

Sebagai mahasiswa sebuah perguruan tinggi kedinasan, maka setelah lulus kuliah akan langsung dapat pekerjaan. Jadi mereka harus bersedia ditempatkan di seluruh Indonesia. Di mana pun mereka harus siap. Begitu pula yang terjadi dengan pujaan hati saya. Dia mendapat pengumuman kalau ditempatkan di Papua. Waktu itu saya jawab saja kalau saya akan menerima apa adanya seperti sebelumnya, biasa saja. Yang takut malah dia karena saya kan terbiasa di kota besar, tiba-tiba langsung ke Papua, nanti bisa adaptasi atau tidak. Saya prinsipnya gak masalah toh awalnya keluarga saya juga gak langsung enak. Jadi ya sudah biasa berjuang. Saya juga sudah terbiasa masak, thanks to my mom yang sudah mengajari saya untuk masak dan pekerjaan lainnya. Lagipula kalau dimulai dari nol, pasti akan terasa manis bila sudah berhasil.

Selain itu ada satu hal yang saya yakini.

Takdir

Ya mungkin saja karena saya nggak mau hidup di daerah susah bersama dia, saya sudah memutuskan hubungan saya dengan dia terus saya bersama dengan lelaki lain yang bisa memberikan saya kebahagiaan lebih sesuai yang saya inginkan. Tapi kalau misalnya lelaki itu ternyata kerjanya juga di daerah yang sama dengan pacar saya itu atau di daerah sulit lainnya, berarti memang rejeki saya di situ. Misalnya saya menjalin hubungan dengan cinta pertama saya di masa lalu (mungkin bukan cinta pertama, tapi cinta sendiri karena yang cinta cuma saya saja, haha :p), ternyata sekarang dia juga di daerah yang sama, tepatnya tetangga propinsi. Saya bisa bilang apa. Lagipula jadi seorang wanita itu harus siap dengan kondisi di mana pun kita tinggal. Namanya hidup kan tidak selalu indah ya, kecuali sih kalau ada anak dirut (atau dirutnya sekalian, haha) perusahaan terkenal atau pun konglomerat yang mau dengan saya. Saya sih gak masalah. Sayangnya gak ada yang mau sama saya tu, hihihi.

Semakin lama blog ini isinya jadi curhat, hihihi. Ya wis lah, daripada jadi tambah error. Good morning, evening, and afternoon, universe 🙂