Nawi Arigi

Nawi Arigi

Dalam bahasa papua artinya “selamat datang”. Kali ini saya akan ceritakan tentang pengalaman saya ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di Papua. Dimulai ketika saya berangkat dari Yogya menuju Papua. Dari beberapa bulan sebelumnya, saya sudah beli tiket pesawat untuk saya dan suami. Biasanya saya kan cuma membelikan tiket untuk suami, sekarang saya beli untuk kami berdua. Saya sudah membayangkan kalau saya akan naik pesawat selama lebih kurang 7 jam, dengan transit terlebih dahulu di Bandara Sultan Hasanuddin, Makasar, baru tiba di Bandara Sentani, Papua. Bagi saya itu merupakan pengalaman baru bepergian dengan pesawat dalam waktu yang lumayan lama. Biasanya paling jauh cuma Jakarta, itu pun seringnya naik kereta api daripada pesawat. Itulah enaknya tinggal di Jawa yang akan saya tinggalkan.

Saya dan suami berangkat tanggal 1 September 2012 (kalau tidak salah) pagi. Seperti yang saya bayangkan, saya bakalan lama di pesawat karena Yogya – Makasar ditempuh +  4 jam (transit dulu di Makasar). Bayangkan betapa capeknya di dalam pesawat, kayaknya gak sampai-sampai. Begitu sampai di Bandara Sultan Hasanuddin, wow saya takjub karena bandaranya bagus sekali. Saya norak banget, hahaha. Kira-kira 20 menit kemudian, pesawat kami berangkat lagi menuju Papua. Seharusnya dari Makasar kami langsung ke Jayapura, tetapi kami harus transit dulu di Timika, untung cuma sebentar. Setelah itu, baru lah kami terbang menuju Jayapura. Biasanya kalau dari Jakarta ke Yogya atau ke kota besar lainnya, kita bisa melihat pemandangan berupa gedung atau jalan. Begitu mau mendarat di Bandara Sentani, pemandangan yang saya lihat adalah pohon – pohon (lebih tepatnya hutan), yang paling menakjubkan adalah pemandangan Danau Sentani yang begitu cantik ketika dilihat dari atas. Sayang waktu itu gak sempat difoto. Saya coba tunjukkan fotonya ya, saya ambil dari sini

Danau Sentani dilihat dari atas pesawat

Danau Sentani dilihat dari atas pesawat

Akhirnya kami sampai di Jayapura. Begitu sudah sampai di hotel, kami pesan makanan karena ketika di pesawat kami cuma diberi snack saja. Berhubung kami sudah lapar, kami pesan lah nasi dan ayam rica-rica yang lumayan menggugah selera. Karena kami sudah terlalu capek, kami memutuskan untuk istirahat. Keesokan harinya, kami siap-siap untuk terbang ke Wamena (ibukota Kabupaten Jayawijaya). Kami naik maskapai Trig*n* Air karena merupakan maskapai satu-satunya yang melayani penerbangan ke sana. Kalau di sana, jangan harap ya kita bakalan berangkat sesuai jamnya. Pokoknya kita berangkat sesuai waktu kita check in. Jadi walaupun kita naik yang flight pertama, kalau kita telat check in, kita bisa naik flight kedua dan seterusnya. Jadi saran saya, datang lah check in lebih awal. Terus ada lagi keanehan yang lain, yaitu kita bebas memilih tempat duduk. Gak kayak pesawat pada umumnya yang ada nomor tempat duduknya. Untung saya sudah di-brainstorming sama suami, jadinya saya gak kaget lagi, hihihi. Akhirnya kami sampai dengan selamat di Wamena. Kemudian kami bersilaturahmi ke rumah teman-teman suami, sekalian kenalan. Kemudian kami siap-siap untuk persiapan berangkat ke Tolikara keesokan harinya. Namun tiba-tiba saya terserang diare. Gawat banget kan jauh dari keluarga saya, sayanya malah sakit. Mungkin karena waktu di Jayapura kami telat makan, terus makan pedas-pedas, terus pas di Wamena kami jajan sembarang. Adaptasi kali ya, mungkin gak cocok, jadinya sakit. Terpaksa diperpanjang satu hari tinggal di Wamena.

Untung sakitnya cuma sehari saja. Besoknya kami berangkat ke Tolikara. Ini nih yang ajaib karena perjalanan yang ditempuh selama +  4 jam ini benar-benar seperti petualangan. Bayangkan 4 jam di dalam strada dengan kondisi jalan yang berlumpur, bolong-bolong, penuh goncangan (buat yang motion sickness, jangan coba-coba). Pokoknya kalau pake mobil biasa bisa hancur tuh mobilnya. Begini penampakan strada (gambar diambil dari sini):

Mitsubishi Strada Triton

Kalau di Jawa, kita bisa berhenti di restoran, masjid, atau di pom bensin kalau tiba-tiba “panggilan alam” datang. Kalau dalam perjalanan ke Tolikara ini, kalau panggilan alam datang, maka kita bisa mampir di sungai terdekat. Jadi saran saya ini kalau mau berangkat, jangan terlalu kenyang dan kalau bisa buang air dulu. Mumpung ada kamar mandi, hihihi. Untungnya sih saya dan suami baik-baik saja. Setelah 4 jam terombang-ambing di jalan, akhirnya sampai juga di Tolikara tercinta (NB: ini gara-gara ada suami saya aja, klo nggak, ya gitu deh :p). Sekian dulu deh dari saya.