Salah Kaprah

Akhirnya saya lagi dapat ilham untuk menulis yang ada hubungannya dengan bidang saya. Tenang, saya gak mau nulis yang berat-berat kok. Cukup badan saya saja yang berat, hihihi. Biar gak keterusan yang curhat, hihihi. Saya cuma mau nulis kebiasaan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita bahas satu per satu ya.

Semua obat batuk itu fungsinya sama saja, baik batuk kering maupun batuk berdahak

Batuk

 

Asal tahu aja ya, yang namanya batuk itu ada 2 macam, yaitu batuk kering dan batuk berdahak. Untuk obatnya pun, kedua batuk ini memiliki mekanisme yang berbeda. Untuk batuk kering, biasanya sih obat bekerja dengan cara menekan batuk sehingga kita tidak batuk-batuk lagi. Untuk batuk berdahak, obat bekerja dengan cara mengencerkan dahak sehingga dahak mudah keluar atau mempermudah dahak keluar. Contoh obat batuk kering adalah biasanya terdapat kandungan dextromethorphan (kebanyakan menggunakan zat aktif ini), noscapine. Namun dextrometorphan ini sering disalahgunakan, jadi gunakanlah sewajarnya dan sesuai aturan pakai :). Untuk batuk berdahak, biasanya mengandung ambroxol, bromhexine, glyseril guaiacolate (GG), dan sediaan OBH (obat batuk hitam, ada juga obat batuk putih). Jika Anda menggunakan obat yang tidak sesuai (misal batuk kering minum OBH), maka batuk yang seharusnya ditekan malah akan semakin menjadi batuknya dan pasti akan menderita karena batuknya gak berhenti, tapi gak ada yang dikeluarin. Kalau sebaliknya (batuk berdahak minum obat untuk batuk kering), maka dahak yang seharusnya dikeluarkan jadi tidak bisa keluar.

Kalau mau sakit, sebaiknya konsumsi vitamin C dalam dosis tinggi/minum suplemen makanan yang mengandung multivitamin

Vitamin C sering dikonsumsi kalau fisik kita akan menunjukkan tanda-tanda kurang enak badan. Namun sedikit penelitian yang menunjukkan hal tersebut. Kalau pun bisa, mungkin hanya berpengaruh sedikit saja. Efek samping yang serius akibat terlalu banyak mengkonsumsi vitamin sebenarnya jarang terjadi karena badan kita tidak mampu menyimpannya. Hal ini disebabkan karena vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air sehingga jika terjadi kelebihan dalam asupan otomatis akan keluar bersama dengan air. Batas maksimal mengkonsumsi vitamin C adalah 2000 mg per hari.  Jika lebih dari 2000 mg per hari, dapat menyebabkan gangguan pencernaan (stomach upset) dan diare. Seberapa banyak kita mengkonsumsi vitamin C bergantung kepada jenis kelamin dan kelompok usia (di Amerika disebut RDA (Recommended Dietary Allowance)). Berikut data mengenai RDA tersebut:

Anak-anak
0-6 bulan: 40 mg per hari (diperoleh cukup dari makanan saja)
7-12 bulan: 50 mg per hari (diperoleh cukup dari makanan saja)
1-3 tahun: 15 mg per hari
4-8 tahun: 25 mg per hari

Dewasa

Pria (umur 9-13): 45 mg per hari
Pria (umur 14-18): 75 mg per hari
Pria (umur > 19): 90 mg per hari

Dewasa

Wanita (umur 9-13): 45 mg per hari
Wanita (umur 14-18): 65 mg per hari
Wanita (umur > 19): 75 mg
Ibu Hamil (umur > 19): 85 mg
Ibu Menyusui (umur > 19): 120 mg

Untuk ibu hamil diperlukan jumlah yang sedikit lebih banyak karena diperlukan untuk penyerapan zat besi. Khusus untuk perokok, Anda harus meningkatkan asupan vitamin C tambahan 35 mg per hari, kemudian bagi Anda yang mengalami gangguan ginjal, sebaiknya Anda berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter Anda karena vitamin C diekskresi melalui ginjal sehingga ditakutkan akan memperberat kerja ginjal Anda.

Perlu Anda ketahui bahwa vitamin C dan zat nutrisi lainnya sudah terpenuhi dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Suplemen diperlukan bila asupan dalam makanan kita tidak memadai atau dalam kondisi khusus, misal hamil, menyusui, sakit yang menyebabkan asupan makanan kita berkurang, dan masih banyak lagi. Sumber vitamin C yang dapat kita temukan sehari-hari antara lain sebagai berikut:

Pepaya, 1 buah = 187.87 mg

Paprika merah, mentah, 1 cup = 174.8 mg
Brokoli, dikukus, 1 cup = 123.40 mg
Strawberry, 1 cup = 81.65 mg
Jeruk, 1 buah = 69.69 mg

Bayam, rebus, ½ cup = 9 mg, dan masih banyak lagi

Ada beberapa tips agar kita dapat mengoptimalkan asupan makanan kita, antara lain:

1. Konsumsi buah yang sudah matang. Sayur atau buah yang tidak matang mengandung lebih sedikit jumlah vitamin C daripada yang matang.

2. Yang mentah yang paling baik. Sayuran atau buah yang dimasak selama 10-20 menit dapat mengurangi total vitamin C hingga separuhnya.

3. Simpan pada suhu kamar. Vitamin C sangat peka terhadap suhu. sekitar 25 % vitamin C dapat hilang selama proses pembekuan-pencairan(the freezing-thawing process). Mangkuk kayu merupakan tempat yang optimal untuk menyimpan makanan yang kaya vitamin C.

Kalau ke dokter, rasanya gak mantep kalau pulang gak bawa plastik yang berisi obat/kertas resep yang nanti ditebus di apotek dekat rumah

Ehm, tidak selalu ya kalau habis ke dokter harus bawa resep atau obat yang banyak karena bisa jadi solusinya hanya perubahan perilaku atau gaya hidup saja. Misal ketika tekanan darah atau gula darah masih dalam batas hati-hati. Mungkin yang disarankan dokter hanya mengubah perilaku kita dan gaya hidup, yaitu dengan olahraga, mengurangi asupan gula (untuk yang gula darahnya agak tinggi), dsb. Biasanya kalau seperti itu masih dipantau lagi apakah ada perubahan atau perlu diberi obat untuk mengendalikan.

Dikit-dikit minum antibiotik

Sering-sering minum antibiotik itu tidak baik loh karena kalau tidak rasional bisa menyebabkan bakteri menjadi kebal. Kalau sudah kebal terhadap antibiotik jenis tertentu, biasanya sih obatnya lebih mahal. Selain itu, antibiotik tidak hanya membunuh bakteria jahat, tapi juga bakteria baik yang justru diperlukan tubuh manusia. Nah daripada kita jadi bokek karena asal minum obat (khususnya antibiotik), baiknya kita perlu tahu nih sakit yang bagaimana yang perlu antibiotik:

1. Demam
Apabila Anda mengalami demam, gemetar, dan menggigil, besar kemungkinan Anda terinfeksi bakteri. Tetapi, gejala ini juga sering diakibatkan oleh virus flu sehingga tidak perlu diberikan antibiotik.

2. Lamanya sakit
Infeksi virus yang berlangsung terlalu lama bisa berkembang menjadi serius dan mengundang bakteri, misalnya infeksi sinus. Indikasi pemberian antibiotik adalah jika batuk dan pilek sudah berkelanjutan selama lebih dari 10-14 hari dan terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam dan pagi hari saja).

3. Warna lendir hijau
Sekresi saluran napas akibat infeksi virus seharusnya encer dan bening. Jika cairan hidung sudah berwarna hijau dan kental, itu adalah tanda infeksi bakteri. Namun, sering kali perubahan warna dahak dan ingus menjadi kental dan kehijaun ini merupakan perjalanan klinis ISPA karena virus. Itu sebabnya, gejala ini bukan indikasi utama pemberian antibiotika.

4. Sakit tenggorokan
Meski tenggorokan berwarna merah dan nyeri saat menelan, dokter akan mencari tanda bercak putih sebagai petunjuk adanya bakteri sebelum meresepkan antibiotik. Kebanyakan gejala flu diawali dengan sakit tenggorokan, namun nyeri tenggorokan yang tidak diikuti dengan gejala flu lainnya bisa jadi tanda infeksi bakteri.

5. Tes lab
Membawa contoh dahak atau cairan hidung ke laboratorium memang cara yang efektif untuk mengetahui ada-tidaknya bakteri. Namun, kultur bakteri ini membutuhkan waktu sedikitnya dua hari dan tentu saja memakan biaya. Oleh karena itu, biasanya dokter tidak meminta tes ini, kecuali Anda dicurigai terkena infeksi tifus.

Yang perlu diperhatikan:

* Penggunaan antibiotik secara bijak, termasuk tepat indikasinya, tepat penderita, tepat obat, dan tepat dosis–lama pemberian obat dan waspada efek samping.
* Jangan sembarangan mengkonsumsi antibiotik. Gunakan antibiotik hanya dengan resep dokter, dengan dosis dan jangka waktu yang sesuai dengan resep.

* Tanyakan kepada dokter, obat mana dari resep yang mengandung antibiotik.

* Jangan gunakan atau membeli antibiotik berdasarkan resep sebelumnya atau resep yang pernah diberikan kepada orang lain dengan keluhan kesehatan yang sepertinya sama.

* Pilek, batuk, dan diare umumnya tidak memerlukan antibiotik.

Sekian dari saya. Kalau nanti dapat inspirasi lagi, saya akan posting lagi.

(dikutip dari berbagai sumber, kalau masih kurang jelas, silakan googling sendiri ke mbah gugel) 🙂

Pengalaman PKPA Apotek

Selama 1 bulan PKPA di sebuah apotek di Yogya, awalnya mikir pasti berat banget kerja di apotek. Mana kenyataan di lapangan dan teori ada perbedaan yg jauh. Banyak yg ga sesuai, hal ini terjadi karena salah kaprah yang sudah melekat di masyarakat. Misalnya banyak konsumen yang datang ke apotek untuk membeli obat keras yang bukan termasuk golongan Obat Wajib Apotek, padahal sudah diingatkan jika sakitnya tidak begitu gawat mending tidak usah beli obat tersebut. Namanya manusia, ada yg nurut dan ada juga yang gak nurut.

Namun selama 1 bulan saya PKPA,saya sudah mendapat banyak ilmu dan pengalaman ketika praktek di apotek, secara apotek tempat saya PKPA merupakan apotek pendidikan yang sudah berusaha menerapkan hal2 yang sesuai dengan teori. Meskiupn terkadang kerap melakukan beberapa kesalahan, hal itu dikarenakan belum terampil dan belum mengenal layout apotek, lambat laun saya bisa beradaptasi dengan baik. Ditambah lagi karyawan di sana baik2. Kita dah seperti keluarga. Semoga wawasan semakin bertambah dan suatu saat nanti farmasis semakin dikenal di masyarakat.

Hidup Farmasis,,,, No pharmacist no service