Hidup adalah Pilihan

Sekarang yang mau saya bahas adalah mengenai blog saya. Di blog saya ini, saya menggunakan tag line:

Hidup adalah Pilihan

Menurut saya, selama kita hidup di dunia sampai akhirnya kita akan meninggalkan kehidupan ini, pastinya akan selalu berhadapan dengan yang namanya pilihan. Mau itu pahit atau pun manis.

Nah menurut saya ada beberapa hal yang mengharuskan saya untuk memilih atau dipilih. Mari kita bahas satu per satu.

  • Pendidikan.

Ketika saya TK – SMP, saya gak munafik kalau pilihan saya mau sekolah di mana adalah pilihan kedua orang tua saya. Pastinya karena ketika umur itu saya belum bisa menentukan saya mau bersekolah di mana, mungkin lain ya dengan anak-anak jaman sekarang yang diberi kebebasan memilih dari kecil. Ketika saya SMA, baru lah saya memilih ingin sekolah di mana. Waktu saya kecil itu, saya beranggapan kalau no. 1 itu pasti yg terbaik. Begitu juga dengan SMA, entah kenapa saya pengen sekolah di SMA teladan di Yogyakarta. Sampai waktu kelas 3 SMP kalau ditanya pengen sekolah di mana, pasti jawabnya begitu terus. Kepedean ya saya, tapi begitu SMP saya baru sadar ternyata ada yg lebih favorit. Tapi alasan lainnya adalah saya males ketemu teman yang itu-itu lagi. Waktu masuk SMP, saya ngerasain yang namanya “bedol desa” karena teman-teman SD saya sekolahnya di SMP sejuta umat. Jadi kayak pindah sekolah aja gitu. Ternyata Allah mendengar doa saya.

Terus waktu kuliah, saya keterima di fakultas yang isinya mayoritas wanita. Lagi-lagi ini pilihan saya dan alhamdulillah Allah mengabulkan doa saya. Walaupun orang tua saya pengennya saya kuliah di akuntansi atau kedokteran (jurusan yang mainstream), tapi mereka mendukung apa pun yang menjadi pilihan saya.

  • Agama

Pasti ngiranya saya pindah agama kan??? Hahaha, bisa-bisanya saya aja yang kegeeran. Kalau dari nama, pasti dikiranya saya itu non-Muslim. Padahal saya itu Islam dari lahir, hihihi. Di sini pilihan saya yang berkaitan dengan agama adalah keputusan saya untuk berhijab. Dari TK sampai SD, saya memang sekolah di sekolah Islam yang harus berhijab. Tapi ya namanya anak-anak kan masih labil ya (atau sayanya aja kali ya yang mengada-ada), jadi pakainya kalau di sekolah, kalau dah pulang ya lepas lagi. Terus waktu SMP, saya kan pengen ngerasain juga ya gimana rasanya kalau sekolah gak pakai hijab itu. Untungnya saya keterima di sekolah negeri. Jadi saya bisa ngerasain selayaknya anak seusia saya. Tapi ternyata sumpah gak enak bener gak pakai hijab itu. Harus sering menata rambut lah, trs manner  harus bagus. Secara dulu saya anaknya tomboy banget gitu, kalau pake rok sering gak sadar. Jadi ya gitu deh.

Waktu SMA, entah kenapa saya pengen sekali pakai hijab. Awalnya waktu pesan seragam, saya langsung pesan seragam untuk yg berhijab. Mama saya sih suruh saya pertimbangkan dulu biar saya gak labil gitu bongkar pasang hijab. Kalau mau pakai, ya pakai seterusnya. Pertimbangan saya adalah pakai jilbab itu simpel, gak perlu sibuk nata rambut, terus bisa pecicilan (secara roknya panjang, jadi kalo megar juga gak kelihatan, haha). Terus dengan hijab bisa menutupi kekurangan saya di wajah, yaitu jidat saya yang lebarnya selebar Gelora Bung Karno. Hahaha, kalau dulu waktu saya belim berhijab, saya serba salah gimana menutupi kekurangan saya itu. Kalau pake poni, tampilan saya nggak banget ya. Kayak anak-anak banget. Kalo gak pake poni, jidat saya keliatan. Nah kalau pakai hijab kan bisa tertutupi kekurangan saya satu itu.

Namun sampai sekarang saya merasa nyaman menggunakan hijab karena merasa dihormati. Setidaknya terlindung dari pandangan negatif orang-orang, terlebih kalau pakai baju seksi. Untungnya saya tidak berbakat jadi wanita seksi, secara saya kan kuru (kurugan daging >> artinya kebanyakan daging).

  • Percintaan

Pilihan yang saya ambil terkait love life saya ini adalah pilihan untuk menikah. Saya dan suami saya sudah berhubungan sejak kami di SMA, lalu berlanjut hingga kuliah dan kerja. Teman-teman saya aja sampai bosan karena saya gak ganti-ganti (ups, hehehe). Apalagi ketika kuliah dan kerja, kami menjalani hubungan jarak jauh, yang kata orang namanya LDR (Long Distance Relationship). Antara Jogja- Jakarta, terus jadi Jogja-Papua. Tadinya kami berencana kalau kami akan menikah setelah suami pindah dari Tolikara, mungkin 2014. Tapi ya secara sampai sekarang aja belum pindah, kalau waktu itu gak jadi nikah, mau sampai kapan nunggu? (jadi curhat, haha). Akhirnya kami memutuskan untuk menikah tanggal 5 Februari 2012. Mengenai tanggal itu, sebenarnya gak sengaja milih itu. Pertama karena suami suka angka 2 dan 5, terus kebetulan pas hari Minggu. Pada bulan itu kegiatan suami agak senggang, jadi akhirnya kami menikah deh. Alhamdulillah sudah 1 tahun.

  • Karier

Terkait dengan karier ini, pilihan sulit yang saya ambil adalah ketika saya harus resign dari pekerjaan saya untuk ikut hidup bersama suami menetap di Papua, tepatnya di Tolikara (coba googling ya), hihihi. Awalnya saya dan suami sepakat untuk LDR selama 2 tahun. Artinya 2014 saya baru ikut suami ke Papua. Makanya waktu ditanya apakah saya masih mau kerja di tempat kerja saya, saya dengan mantap bilang “iya”. Namun namanya orang yang sudah menikah ya, mau jauh sebentar kok ya rasanya berat gitu ya. Akhirnya saya dan suami sepakat saya ikut suami ke Papua setelah lebaran tahun 2012 lalu. Jadi begitu suami saya mudik, dia menjemput saya untuk memboyong saya ke Papua. Walaupun berat ya, apalagi saya kan gak pernah tuh yang namanya pergi jauh dari orang tua. Kalau pun pergi, kan pasti pulangnya. Lha sekalinya merantau, eh langsung ke Papua. Ealah, gak apa-apa lah, kan gak cuma ngerti Jawa aja. hihihi.

Sekian dulu posting saya. Semoga menghibur ya, bukannya bikin galau :p.

wish me luck

Akhirnya setelah bercapek-capek ria dikejar deadline kumpulin proposal skripsi, terus mencari ijin penelitian ke BAPPEDA Sleman, berburu apotek, berburu responden, lalu ngolah data, revisi2 yg setengah idup banyaknya,n then sampai saatnya draft dikumpulkan,wish me luck,guys!Inilah alasan selama ini gak update blog.Secara saya selalu begadang demi revisi dan draft,walopun begadang gak boleh,tapi kan ada artinya.

Anyway,wish me luck yah!Semoga semua bakal baik2 saja.Buat teman2ku yg pernah kusakiti,maafkan aku.Semoga kita diberi kelancaran dalam segala hal.>stress n underpressure mode on<

So sad but true

Penting yah cewek tuh harus punya badan yg kurus, kulit putih, cantik, seksi, rambut panjang dan lurus, feminin, dan segala macam gambaran ideal lain tentang wanita ideal? Tapi klo semua cewek kayak gitu, kan gak asyik. Ga ada tuh yg namanya cewek cantik kalo semua bentuknya kayak gitu.

That’s make me sick,yakz!

Terserah mau bilang aku ngiri, benci, dengki, dll.

Mau apa,loe???

Emang aku gak seperti yg digambarkan (hampir semua kebalikan dari yang kusebut). Yang jelas aku gak akan ngeliat dari tampilan luarnya,yg penting dalam hatinya. Gak selamanya cantik itu bikin bahagia. Kalo cantik, hidupnya gak tenang. Dikejar-kejar cowok alias banyak yang naksir. Klo ditolak cowok, bisa diteror. Dari dulu aku emang selalu jadi loser, minoritas, gak penting, gak eksis (ya iyalah), so what??? Yang penting teman-teman dan keluargaku mencintai aku, so??? Yang penting aku gak munafik.

Ya Allah, berikanlah hamba-Mu yang hina ini kehidupan yang bermanfaat bagi sesama agar kelak di akhirat nanti bisa berada di dalam surga-Mu