Happy Eid Mubarak

Walaupun sudah telat 2 hari, gak ada salahnya ya saya mengucapkan:

Selamat Idul Fitri 1434 H. Minal ‘aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin

P1000478

Idul Fitri 1434 H with my family

P1000484

Idul Fitri 1434 H with my family (again)

scan0601

family pict

scan0598

family picture, we are happy family

scan0600

Ni tahun berapa yah? lupa lah yang penting pas Idul Fitri

scan0835

Waktu masih cupu (emang sekarang dah keren gitu :p)

scan0628

poninya masya Allah

scan0631

jidatnya na’udzubillah

scan0602 scan0630 scan0833

karena saya bingung mau tulis apa lagi, silakan menikmati foto keluarga ala kami dari masa ke masa ya.

Akhirnya selamat hari raya Idul Fitri 1434 H dari Didik dan Nadya

P1000487

Here is hubby and me, yeeeay

Wajar Nggak Sih???

Saya baru dapat ilham untuk menulis di blog saya. Kali ini gak usah nulis yang susah-susah. Sekarang mau nulis tentang diri saya sendiri saja. Sekarang mau nulis tentang beberapa kebiasaan saya yang entah wajar atau tidak bagi beberapa orang.

Sering membawa barang yang baru dibeli atau yang disukai ke mana-mana, termasuk waktu tidur

Dulu waktu kecil selalu begitu. Entah kenapa, saya nggak tahu jawabannya. Apa karena saya cinta banget sama barang itu, atau saya takut barangnya hilang. Jadi setiap saya habis beli suatu barang, pasti saya bawa ke mana-mana, sampai saya bawa tidur. Untungnya kebiasaan saya ini sudah mulai menghilang ketika saya sudah besar (umurnya apa badannya ya? Hahaha :p). Tapi barang yang sering saya bawa tidur dan ke mana-mana adalah hp, kalau ini pasti bukan saya aja donk ya. Soalnya kalau gak saya bawa, nanti gak terdengar kalau ada telepon, sms, bbm, notifikasi dari si muka buku dan si burung berkicau. Jadi ketahuan deh kalau saya anak tidak gaul yang eksis.

I’m picky eater

Kalau misalnya ada makanan tertentu yang saya gak suka, itu namanya picky eater atau bukan ya? Sebenarnya saya suka semua jenis makanan, cuma ada beberapa bahan makanan tertentu yang saya tidak suka. Biasanya sih yang gak ada rasanya atau yang agak ajaib rasanya, misalnya semangka, melon, tomat, bengkoang, mentimun, terong (sejauh ini yang saya ingat saya tidak suka ya itu). Biasanya kalau ada jenis makanan ini, biasanya saya tidak menyentuhnya atau kalau pun ada, saya memberikannya ke suami atau keluarga saya. Untuk tomat dan bengkoang, saya nggak suka yang mentah. Kalau sudah diolah (tomat biasanya ada di sambal, semur, dll, sedangkan benegkoang ada di tekwan), saya doyan karena rasanya beda sama buah segarnya.

Sering memakan bagian yang tidak enak terlebih dahulu, lalu menyisakan yang paling enak untuk dimakan belakangan. Kadang suka melambatkan makan

Kalau ini dari saya masih kecil sampai sekarang masih saya lakukan. Ini mungkin sama kayak peribahasa berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Biasanya makanan saya pisahkan dulu, yang tidak enak (kayak sayur, tahu, daging ayam, daging ikan dll), saya makan sampai habis, baru deh yang enak (kulit ayam, insang ikan/bagian kepala yang lain) saya makan di akhir. Kalau menurut saya, makan dengan cara seperti ini malah tidak mubadzir karena pasti habis. Kalau pun ada yang benar-benar saya tidak suka, saya kasihkan ke partner saya makan. Biasanya sih orang yang dekat dengan saya, misal keluarga inti saya, suami. Makanya saya jarang makan sendirian, kalaupun saya makan sendiri, saya pasti makan di warung langganan saya. Coba kalau yang saya makan cuma yang saya suka saja, pasti piring itu masih ada sisanya. Kebiasaan makan saya yang seperti ini kadang bikin suami dan kakak saya gemes untuk mengambil makanan saya karena punya mereka sudah habis, punya saya belum.

Terus kalau ada makanan yang enak, saya juga suka eman-eman (apa ya bahasa indonesianya??? Ada yang tahu???) dalam makan, ini juga yang sering bikin gemes kakak saya dan suami untuk merebut makanan saya. Kalau ini sebabnya karena makanan ini jarang saya dan keluarga beli (biasanya jajanan), jadi kalau ada ya saya eman-eman gitu, hihi. Kalau bisa sih gak habis-habis ya, kayak iklan itu,

Lapisannya berapa??? Ratusan, lebih

Paling gak rela kalau baterai gadget saya cepat habis

Yup, ini mungkin karena kebiasaan saya di Papua ini. Kan sudah saya cerita di sini kalau listrik gak nyala sepanjang hari seperti di Jawa, jadi saya gak bisa itu yang namanya mau nge-charge kapan aja. Iya sih saya punya barang keramat bagi semua pecinta gadget, apalagi kalau bukan powerbank. Siapa yang gak punya benda keramat ini :). Tapi powerbank ini juga kan perlu di-charge ya, jadi jelas tidak mungkin juga pakai ini. Nah begitu jatahnya listrik nyala, biasanya sih semua gadget di-charge sampai listriknya mati. Padahal katanya gak boleh di-charge kelamaan ya, tapi ya mau bagaimana lagi. Mumpung ada kesempatan gitu, hihihi. Akhirnya kebiasaan itu kebawa sampai sekarang, padahal kalau di sini kan gak masalah ya sama listrik. Kalau gadget apel krowak ini sih gak masalah soalnya awet banget baterainya mau dimainin sampai berapa lama. Kalau gadget-nya RIM ini yang bikin esmosik, nge-charge bisa sampai berkali-kali sehari.

Kayaknya ini dulu yang bisa saya tuliskan, kalau ada ide lagi saya tambah lagi.

Berubaaaaah

Ini bukan tag line film seri tahun 90-an tentang superhero dari Jepang, yang aktor utamanya ganteng banget, itu ya (ketahuan deh umurnya dah berapa, hihi). Cuma mau bilang kalau semua bisa berubah, yang gak berubah itu ya perubahan itu sendiri. Tanpa disadari, kita pasti berubah menjadi berbeda daripada kita jaman dahulu kala (semoga perubahannya menuju ke arah yang baik ya, amiiin).

Sekarang saya mau mengevaluasi apa saja yang sudah berubah dari saya dari dahulu sekarang sampai sekarang.

Yang dulunya masih anak-anak yang “unyu”, sekarang sudah siap menghasilkan anak (insya Allah)

Kalau yang ini, semua tahu ya yang namanya pertumbuhan gak mungkin berhenti. Apalagi dulu yang waktu kecil saya kan kurus dan putih (kata kedua orang tua saya), sekarang gemuk dan sawo matang. Tapi kan ada pepatah yang mengatakan: Tua itu pasti, tapi menjadi dewasa itu pilihan

Yang dulunya belum berjilbab, tapi sekarang (insya Allah) sudah berjilbab

Yang ini pernah saya ceritakan di sini, jadi gak usah cerita panjang dan lebar lagi. Mudah-mudahan saya bisa tetap istiqomah, amiiiin ya rabbal ‘alamiiiin.

Yang dulunya masih single, sekarang sudah double (semoga segera triple atau kuartet (alias kembar –> ngarep) yak, amiiiin)

Mungkin dah bosen ya bacanya. Alhamdulillah tahun 2012 kemarin saya sudah melepas masa lajang saya dan tahun ini sudah setahun saya menjadi istri dari suami saya :D. Alhamdulillah yah sol sepatu sesuatu, hihi. Nanti kalau sudah jadi triple atau kuartet saya update lagi blognya, hehe.

Yang dulunya saya tomboy , sekarang (agak) feminin

Buat teman-teman yang dulu bergaul dengan saya pasti tahu saya yang tomboy, temannya cowok (walaupun ada sih sedikit teman cewek), gak pernah bisa pakai high heels, gak pernah pake rok (kecuali rok sekolah), sukanya musik metal dan cadas (tapi gak ada yang tahu kan kalo diem-diem dengerin lagu boyband 90-an), gak suka dandan. Kalau sekarang sih mulai (agak) feminin, mulai biasa pake rok, mulai koleksi wedges (bukan high heels, tetap gak bisa makenya kalo yg ini); walopun jarang juga makenya (I still love flatshoes), sekarang mulai suka dengerin lagu-lagu mellow, mulai punya banyak teman cewek, mulai bisa dandan (walaupun cuma bedak sama lipstik aja dan cuma waktu kondangan aja, haha).

Kalau soal teman, saya mulai membatasi punya teman cowok. Alasannya adalah takut cewek-cewek yang mau mendekati, atau sudah jadi pacarnya, jadi insecure kalau saya terlalu akrab sama cowok yang jadi teman saya itu. Sudah 2x teman saya yang ceweknya insecure karena kedekatan saya dan teman saya yang jadi pacarnya wanita itu. Entahlah dua atau berapa, saya lupa. Yang pertama (katanya sih) dulu teman saya yang pernah satu pondokan KKN dengan saya waktu itu putus dengan pacarnya setelah KKN kami berakhir. Katanya sih karena dia insecure dengan kedekatan saya dan teman saya itu. Padahal ya, saya dan teman saya itu gak ada hubungan apa-apa, itu sih bisa-bisanya teman-teman KKN saya saja. Karena kebetulan saja saya dan dia satu pondokan (rame-rame, gak cuma saya dan dia saja) dan sering ngobrol karena saya dan dia lumayan nyambung lah, jadi dikiranya saya dan teman saya itu “cinlok”. Baiklah sejak saat itu saya tidak akan macam-macam lagi dengan dia. Saya dan dia hanya bicara seperlunya saja. Saat saya ingin bicara dengan dia (biasanya karena ngomentari status bbm/twitter), atau ngucapin ulang tahun. Selebihnya ya nggak ada apa-apa.

Yang kedua awalnya kami ketemu di jejaring sosial “muka buku”, yang katanya ampuh banget menyambung silaturahmi dengan teman lama yang sudah lama gak ketemu. Seperti lagu band Gigi tentang jejaring sosial muka buku ini, saya ketemu salah satu teman SD saya yang sama sekali sama saya dulu gak kenal. Jadinya kan saya sok tahu aja gitu. Lama-lama ingatan saya tentang dia pun kembali dan akhirnya kami kontak lagi, tapi cuma lewat si mukabuku, sms, dan chatting. Belum pernah tuh namanya ketemu, tahunya pun cuma lewat foto. Setelah lebih kurang 2 bulan (kalau tidak salah), tiba-tiba dia kirim pesan kalau pacarnya (tepatnya HTS sih ya, katanya) minta biar saya hapus dia dari akun saya. Katanya sih HTSnya itu cemburu dengan saya. Yang saya heran baru jadi HTS aja sudah posesif begitu, bagaimana kalau jadi pacar/istrinya??? Tapi akhirnya saya mengalah, saya hapus dia dari pertemanan saya. Akhirnya setelah saya menghapus dia jadi teman saya, teman saya itu menghapus akun mukabukunya. Setelah lama gak kontak lewat mukabuku, saya sms dia waktu dia ulang tahun. Jangan salah sangka dulu ya, gak cuma dia yang saya beri sms ulang tahun. Sama semua teman saya pun begitu, kalau saya ingat. Waktu itu dia membalas dengan menelepon saya sambil mengucapkan terima kasih karena sudah ingat ulang tahunnya. Namun tahun kemarin saya sms dia, no.nya sudah tidak dipakai. Akhirnya saya benar-benar lost contact sama dia.

Dari kedua cerita di atas mungkin memberi saya pelajaran kalau berteman (sama lawan jenis tentunya) harus tahu batasannya. Saya maklum mungkin saya jadi ancaman terbesar bagi pacar teman-teman saya untuk menarik perhatian teman saya. Saya pun pasti akan cemburu bila suami saya terlalu akrab dengan teman wanitanya yang menjurus ke arah asmara, begitu juga dengan perasaan suami saya yang pasti marah kalau saya terlalu akrab dengan teman lelaki saya. Sebenarnya hal itu bisa diatasi dengan keterbukaan, kita cerita apa yang terjadi antara saya dan teman-teman saya, begitu juga suami dan teman-teman saya. Tapi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak-tidak, mulai sekarang saya selalu membatasi pertemanan saya dengan pria-pria di sekeliling saya biar tidak ada yang tersakiti.

Yang dulunya gak bisa masak, sekarang lumayan lah ya

Alhamdulillah sekarang sudah bisa masak, setidaknya untuk saya dan suami saja, walaupun gak seenak masakan chef cantik ini. Untuk yang ini, ibu saya keras sekali dalam mengajari saya untuk masak. Alasannya karena saya berkromosom XX (bukan XXY yah, hihi), kodratnya seorang wanita itu harus oke dalam karier dan keluarga. Kalau pun punya pembantu, sebisa mungkin kita harus bisa mengatur pembantu. Jangan sampai pembantu yang mengatur kita. Bisa-bisa ntar ditipu lagi. Terus yang namanya hidup kan tidak selamanya senang. Jadi kita harus siap dengan kemungkinan terburuk. Kalau kita cuma bisa senang saja, padahal lagi susah, mana gak bisa masak, yang ada kita hanya bisa jajan terus di luar. Yang namanya jajan itu makanannya belum tentu bersih, belum tentu seenak masakan kita sendiri, porsinya belum tentu sesuai keinginan kita. Yang terpenting sih kita bisa ngirit banyak banget dibanding kalau kita sering jajan di luar, apalagi kalau semua serba mahal seperti pengalaman saya di Papua.

Semakin malam semakin ngelantur saja. Daripada keterusan curhatnya, saya akhiri saja tulisan saya sampai di sini.

Regards

Nadya

Flashback Waktu Kuliah

Chemistry tests, so many feelings. ;A; More likely than not, these emotions are mostly just mine because I care too much, so if this does not apply forgive me for today. >___<;;

Lihat gambar (diambil dari sini) ini jadi inget waktu sekolah atau kuliah ya. Ada beberapa karakter mahasiswa ketika mau ujian dan reaksinya ketika nilai sudah keluar. Yang pertama ketika mahasiswa itu ditanya sudah belajar, dia mengaku sudah belajar. Ketika nilainya sesuai yang diharapkan (biasanya perfect), berarti dia sukses. Ketika dia belajar, tapi nilainya jelek, ada yang salah dengan cara belajarnya. Kalau yang sudah belajar tapi nilainya pas-pasan, ya lumayan lah ya. Gak pait banget gitu. Hihihi :p. Selanjutnya ketika ditanya sudah belajar atau belum, dia bilangnya belum belajar. Ketika nilainya bagus (almost or perfect) padahal tidak belajar, dia bisa jadi sombong dan orang yang belajar mati-matian tapi nilainya pas-pasan bakal gondok banget gitu (and I’ve been in this situation, yang gondok ya bukan yang sombong).

different standards. D;

Waktu kuliah ada 2 teman saya yang otaknya super duper encer, tapi ada perbedaan dari teman saya itu. Kalau yang satu pintar karena rajin belajar, rajin mencatat, dan memperhatikan dosen ketika sedang mengajar. Saking lengkapnya, sampai-sampai catatan kuliahnya jadi handout wajib menjelang ujian bagi kami, hihihi. Kesimpulannya dia memang pintar karena usaha. Namun yang satu lagi dia sama seperti yang lain. Kadang gak masuk (bukan karena bolos, tapi ada keperluan), sering gak nyatet, tapi kalau dia dijelasin cepat menangkap penjelasan dosen. Mungkin dia diberi kelebihan dari Tuhan.

Kalau saya??? Jangan ditiru ya. Belajar kalau mau ujian, itu aja banyak tidurnya daripada belajar. Hasilnya sering ikut ujian perbaikan, hihihi. Alhamdulillah saya bisa lulus dan wisuda tepat sesuai dengan target yang telah saya buat waktu itu. Jadi intinya kalau belajar itu dicicil, jangan langsung mendadak saat mau ujian. Jadinya gak kerasa berat otaknya untuk bekerja :).

Gak nyambung ya ceritanya, gak apa-apalah ya. Mumpung dapet ilham buat nge-blog. Anyway, happy Sunday 🙂

Hidup adalah Pilihan

Sekarang yang mau saya bahas adalah mengenai blog saya. Di blog saya ini, saya menggunakan tag line:

Hidup adalah Pilihan

Menurut saya, selama kita hidup di dunia sampai akhirnya kita akan meninggalkan kehidupan ini, pastinya akan selalu berhadapan dengan yang namanya pilihan. Mau itu pahit atau pun manis.

Nah menurut saya ada beberapa hal yang mengharuskan saya untuk memilih atau dipilih. Mari kita bahas satu per satu.

  • Pendidikan.

Ketika saya TK – SMP, saya gak munafik kalau pilihan saya mau sekolah di mana adalah pilihan kedua orang tua saya. Pastinya karena ketika umur itu saya belum bisa menentukan saya mau bersekolah di mana, mungkin lain ya dengan anak-anak jaman sekarang yang diberi kebebasan memilih dari kecil. Ketika saya SMA, baru lah saya memilih ingin sekolah di mana. Waktu saya kecil itu, saya beranggapan kalau no. 1 itu pasti yg terbaik. Begitu juga dengan SMA, entah kenapa saya pengen sekolah di SMA teladan di Yogyakarta. Sampai waktu kelas 3 SMP kalau ditanya pengen sekolah di mana, pasti jawabnya begitu terus. Kepedean ya saya, tapi begitu SMP saya baru sadar ternyata ada yg lebih favorit. Tapi alasan lainnya adalah saya males ketemu teman yang itu-itu lagi. Waktu masuk SMP, saya ngerasain yang namanya “bedol desa” karena teman-teman SD saya sekolahnya di SMP sejuta umat. Jadi kayak pindah sekolah aja gitu. Ternyata Allah mendengar doa saya.

Terus waktu kuliah, saya keterima di fakultas yang isinya mayoritas wanita. Lagi-lagi ini pilihan saya dan alhamdulillah Allah mengabulkan doa saya. Walaupun orang tua saya pengennya saya kuliah di akuntansi atau kedokteran (jurusan yang mainstream), tapi mereka mendukung apa pun yang menjadi pilihan saya.

  • Agama

Pasti ngiranya saya pindah agama kan??? Hahaha, bisa-bisanya saya aja yang kegeeran. Kalau dari nama, pasti dikiranya saya itu non-Muslim. Padahal saya itu Islam dari lahir, hihihi. Di sini pilihan saya yang berkaitan dengan agama adalah keputusan saya untuk berhijab. Dari TK sampai SD, saya memang sekolah di sekolah Islam yang harus berhijab. Tapi ya namanya anak-anak kan masih labil ya (atau sayanya aja kali ya yang mengada-ada), jadi pakainya kalau di sekolah, kalau dah pulang ya lepas lagi. Terus waktu SMP, saya kan pengen ngerasain juga ya gimana rasanya kalau sekolah gak pakai hijab itu. Untungnya saya keterima di sekolah negeri. Jadi saya bisa ngerasain selayaknya anak seusia saya. Tapi ternyata sumpah gak enak bener gak pakai hijab itu. Harus sering menata rambut lah, trs manner  harus bagus. Secara dulu saya anaknya tomboy banget gitu, kalau pake rok sering gak sadar. Jadi ya gitu deh.

Waktu SMA, entah kenapa saya pengen sekali pakai hijab. Awalnya waktu pesan seragam, saya langsung pesan seragam untuk yg berhijab. Mama saya sih suruh saya pertimbangkan dulu biar saya gak labil gitu bongkar pasang hijab. Kalau mau pakai, ya pakai seterusnya. Pertimbangan saya adalah pakai jilbab itu simpel, gak perlu sibuk nata rambut, terus bisa pecicilan (secara roknya panjang, jadi kalo megar juga gak kelihatan, haha). Terus dengan hijab bisa menutupi kekurangan saya di wajah, yaitu jidat saya yang lebarnya selebar Gelora Bung Karno. Hahaha, kalau dulu waktu saya belim berhijab, saya serba salah gimana menutupi kekurangan saya itu. Kalau pake poni, tampilan saya nggak banget ya. Kayak anak-anak banget. Kalo gak pake poni, jidat saya keliatan. Nah kalau pakai hijab kan bisa tertutupi kekurangan saya satu itu.

Namun sampai sekarang saya merasa nyaman menggunakan hijab karena merasa dihormati. Setidaknya terlindung dari pandangan negatif orang-orang, terlebih kalau pakai baju seksi. Untungnya saya tidak berbakat jadi wanita seksi, secara saya kan kuru (kurugan daging >> artinya kebanyakan daging).

  • Percintaan

Pilihan yang saya ambil terkait love life saya ini adalah pilihan untuk menikah. Saya dan suami saya sudah berhubungan sejak kami di SMA, lalu berlanjut hingga kuliah dan kerja. Teman-teman saya aja sampai bosan karena saya gak ganti-ganti (ups, hehehe). Apalagi ketika kuliah dan kerja, kami menjalani hubungan jarak jauh, yang kata orang namanya LDR (Long Distance Relationship). Antara Jogja- Jakarta, terus jadi Jogja-Papua. Tadinya kami berencana kalau kami akan menikah setelah suami pindah dari Tolikara, mungkin 2014. Tapi ya secara sampai sekarang aja belum pindah, kalau waktu itu gak jadi nikah, mau sampai kapan nunggu? (jadi curhat, haha). Akhirnya kami memutuskan untuk menikah tanggal 5 Februari 2012. Mengenai tanggal itu, sebenarnya gak sengaja milih itu. Pertama karena suami suka angka 2 dan 5, terus kebetulan pas hari Minggu. Pada bulan itu kegiatan suami agak senggang, jadi akhirnya kami menikah deh. Alhamdulillah sudah 1 tahun.

  • Karier

Terkait dengan karier ini, pilihan sulit yang saya ambil adalah ketika saya harus resign dari pekerjaan saya untuk ikut hidup bersama suami menetap di Papua, tepatnya di Tolikara (coba googling ya), hihihi. Awalnya saya dan suami sepakat untuk LDR selama 2 tahun. Artinya 2014 saya baru ikut suami ke Papua. Makanya waktu ditanya apakah saya masih mau kerja di tempat kerja saya, saya dengan mantap bilang “iya”. Namun namanya orang yang sudah menikah ya, mau jauh sebentar kok ya rasanya berat gitu ya. Akhirnya saya dan suami sepakat saya ikut suami ke Papua setelah lebaran tahun 2012 lalu. Jadi begitu suami saya mudik, dia menjemput saya untuk memboyong saya ke Papua. Walaupun berat ya, apalagi saya kan gak pernah tuh yang namanya pergi jauh dari orang tua. Kalau pun pergi, kan pasti pulangnya. Lha sekalinya merantau, eh langsung ke Papua. Ealah, gak apa-apa lah, kan gak cuma ngerti Jawa aja. hihihi.

Sekian dulu posting saya. Semoga menghibur ya, bukannya bikin galau :p.

Quotes of the day

JAdiLAh Org yg tetap SEJUK di tempat yg PANAS…Yg tetap MANIS di tempat yg begitu PAHIT… Yg tetap merasa KECIL meskipun telah menjadi BESAR…Dan yg tetap TENANG di tengah BADAI yg paling HEBAT….Serta tetap mengandalkan Allah dalam sgala perkara……”Jadilah Sebutir Berlian Di Tumpukan Pasir

*Dikutip dari BBM yg dikirim sodara sepupu saya